Rabu, 27 Oktober 2010

Tanah Hitam Paloh

Diisi oleh Aang dan Aan ( Alfa)
Budaya Antar Ajong Masyarakat Tanah Hitam Paloh

Mengemas Ritual Kebudayaan Menjadi Ajang Promosi Wisata
Kabupaten Sambas bukan hanya memiliki panorama alam yang menarik, namun kawasan yang berada paling utara Kalbar dengan penduduk mayoritas Melayu ini, juga memiliki sejumlah kebudayaan yang cukup menarik. Terutama bagi mereka yang menyenangi wisaya budaya. Salah satunya adalah Antar Ajong, yang dihelat di Paloh, yaitu di Tanah Hitam.
ANTAR AJONG merupakan upacara ritual adat untuk menanam padi yang dilaksanakan setiap tahun pada masa bercocok tanam. Masyarakat setempat mempercayai, aktivitas tersebut dapat membuat tanaman padinya terhindar dari serangan hama dan penyakit. Sehingga demikian, hasil panen berlimpah untuk kemakmuran masyarakat sekampung.
Karena mengacu pada waktu tanam, maka waktu pelaksanaan Antar Ajong biasanya setiap pertenggahan tahun, sekitar Juni atau Juli. “Rencananya kedepan jadwal kegiatan tersebut akan dirutinkan berbarengan dengan aktivitas wisata lainnya di Kabupaten Sambas,” ujar Serly Narulitas SH SIP, Kasi Promosi Wisata Dinas Budparpora Kabupaten Sambas.
Upacara adat budaya Antar Ajong dimulai dengan masa persiapan pembuatan perahu Ajong diketuai oleh tokoh adat setempat. Waktunya yaitu dua hari sebelum hari H pelepasan. Perahu Ajong dibuat menyerupai kapal-kapal layar dalam bentuk mini yang lengkap dengan palkan dan geladak kamar tidur mirip perahu kapal aslinya. Biasanya ukuran badan perahu bervariasi dengan lebar 20 cm - 40 cm  dan panjang 1,5 m - 4 m. Kain yang dibuat sebagai layarnya sering tampil dalam berbagai warna tapi lebih didominasi oleh warna putih dan kuning.  Badan perahu diberi warna cat bebas dengan variasi gambar ukiran khas sambas.
Pada malam hari H diadakan acara memanggil para roh jahat (besiak). Prosesinya yaitu dengan cara membujuk menyanyikan dengan mayang pinang, yang akan dikumpulkan untuk dikirim jauh dari kampung melalui media perahu ajong. Perahu mini dini berisikan perbekalan antara lain berbagai kue adat, ketupat pulut, cucur, deram berwarna putih dan merah, bunga rutteh, dan dilengkapi dengan nasi pulut, beras kuning.
Selain itu, dalam Ajong juga ada boneka mini berbentuk manusia dan hewan ternak (ayam, burung). Dapur untuk memasak yang serba mini juga tersedia. Rempah dapur (kunyit, serai), beras dan padi-lengkap dengan tangkainya yang dikemas dalam karung mini, bibit pinang, pekeras adat paku dan benang putih.
Layaknya kapal yang hendak berlayar jauh, ajong juga dilengkapi dengan peralatan tidur (tikar dan bantal), tujuh genggam (kappal) nasi dalam variasi 7 warna, perlengkapan pertanian dan pertukangan (cangkul, gergaji dan lain-lain).
Setelah semuanya siap, tiba saatnya untuk berangkat. Pada hari H pelepasan perahu ajong, paginya, setiap rumah penduduk dipercikan air yang telah di jampi tokoh adat (bepapas). “Tujuannya sebagai ritual adat menolak bala agar penduduk terhindar dari bala petaka dan penyakit,” jelas Serli. Air ini pula yang digunakan untuk membasahi benih agar tumbuh subur.
Menjelang waktu untuk melepas ajong ke laut, merupaka saat yang ditunggu-tunggu masyarakat maupun pengunjung yang memadati pantai Tanah Hitam. Begitu menterai bergerak ke barat, berduyun massa mendekat ke bibir pantai. Masing-masing tak sabar untuk menyaksikan, apakah perahu ajong yang disiapkan lancar perjalanannya mengarungi lautan. Seiring dengan hembusan angin darat menuju ke laut yang cukup kencang, seketika itu pula perahu layar mini-tanpa penghuni-yang lengkap bekalannya ini meluncur ke laut.
Sorak sorai membahana mengiringi ajong yang terus berlayar hingga tak lagi tampak dari sorotan mata telanjang siapapun yang berdiri di pinggiran pantai.
Sepeninggal ajong, maka pantang larang pun berlaku (be sam sam). Dalam sehari semalam setelah perahu ajong dilepas, anggota masyarakat kampung tidak boleh menyembelih hewan apapun (mengeluarkan darah). Resiko adat bila pantang larang dilanggar, yaitu membuat 100 buah ketupat-tidak boleh kurang-yang kemudian dihantarkan ke laut lepas. “Mulai tahun ini Kami mengemas antar ajong dalam bentuk festival. Masing-masing berlomba membuat ajong semenarik mungkin,” imbuh Kasi Promosi Wisata.**

PELESTARIAN KEBUDAYAAN MUTLAK

SAMBAS – Tak dapat dipungkiri bahwa Kebudayaan adalah suatu kompleksitas. Kompleks yang menjadikan pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan lain kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai anggota masyarakat membaur menjadi satu. Sebagai pantulan cermin martabat suatu bangsa, budaya adalah nilai-nilai luhur yang harus dan terus dilestarikan. Dan bagi sebagian pemerhati kelestarian budaya, tidak hanya cukup dengan dilestarikan, tetapi harus diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Wakil Bupati Sambas, dr Hj Juliarti Dj Alwi pada saat membuka Festival Budaya Kab Sambas beberapa waktu lalu mengatakan Kabupaten Sambas dengan cakupan wilayah yang cukup luas dengan 19 Kecamatan sarat dengan kekayaan seni dan budaya. Hanya saja menurut dia sepertinya pelestarian belum menjadi perhatian semua komponen atau stake holders. “Kabupaten Sambas kaya akan seni dan budaya, hanya saja sekarang ini sepertinya sudah mau menghilang,” ingat dia. Oleh karena itu, dia mengharapkan pelestarian dan pewarisan nilai seni dan budaya kabupaten sambas dapat menjadi perhatian semua komponen. Juliarti mengajak agar budaya yang ada sekarang dapat dipertahankan dan dipelihara kelestariannya. Bahkan menurut Ketua BNK Kab Sambas ini, sambas memiliki banyak keunikan seni budaya dibandingkan dengan seni budaya lain. Dan hal tersebut sangat potensial untuk dipromosikan menjadi aset yang dapat mendatangkan income bagi pariwisata seni budaya bumi terigas ini. “Untuk itu, kita perlu menanamkan kepada diri pribadi dan generasi penerus kita agar mencintai seni dan budaya yang kita miliki. Jika sudah ada rasa memiliki, insyaallah akan memberikan dampak positif bagi upaya pelestariannya,” imbuh dia.
Pemerintah Kabupaten Sambas dalam menggeliatkan Seni dan Budaya Kabupaten Sambas telah mengambil kebijakan beberapa program. Diantaranya menggelar Pagelaran Seni Budaya yang dinamakan Terang Bulan Di Sambas (TARBUS). Tarbus merupakan pagelaran seni budaya yang dikoordinir Dinas Komunikasi Budaya dan Pariwisata (Kombudpar) Kab Sambas dan diisi oleh pementasan seni budaya dari masing-masing kecamatan di Kabupaten Sambas. Selain itu, Pemkab juga banyak mendukung kegiatan pengembangan dan pelestarian seni budaya serta pariwisata yang juga dikoordinir langsung Dinas Kombudpar Sambas. Gedung Kesenian yang dalam proses finishing juga merupakan salah satu upaya pemda dibidang ini. “Perlunya persiapan kita dibidang seni budaya ini tidak lain guna menghadapi persaingan bebas dan era globalisasi. Kaitannya adalah untuk kedepannya, seni budaya yang kita miliki tentunya mempunyai nilai jual. Apalagi rencana pembukaan border akan segera terealisasi dan tidak menutup kemunkinan wisatawan luar akan berkunjung ke Sambas melalui border aruk-biawak,” ujar dia. Karena seperti di Bali, seni budaya mampu memberikan income yang besar bagi pemasukan keuangan daerahnya. Dan mengapa tidak untuk Kabupaten Sambas yang memiliki 1001 seni budaya.